(Mengetahui Ilmunya sebelum Berkata dan Berbuat)
KONSEP AMAL ILMIAH DAN ILMU AMALIAH
Tulisan kali ini membahas tentang dasar berpijak dalam bertindak. Manhaj yang lurus dalam beramal. Sepele, namun bukan hal yang patut untuk disepelekan. Enteng, namun tidak bisa dianggap enteng.
Sebagai menu pembuka, terdapat dalil yang termaktub dalam firman Allah SWT dalam QS. Luqman: 22.
وَ إِذَا قِيْلَ لَهُمُ اتَّبِعُوْا مَآ أَنْزَلَ اللهُ قَالُوْا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَآءَنَا أَ وَلَوْ كَانَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوْهُمْ إِلَى عَذَابِ السَّعِيْرِ.
Artinya:
Ketika dikatakan kepada mereka, “Marilah kita ikuti wahyu Allah SWT”. Mereka menjawab, “Justru kami ini mengikuti apa-apa yang telah dibuat-buat oleh nenek moyang kami”. Dan apakah mereka akan mengikuti nenek moyang mereka, sedangkan setan itu menyeru mereka kepada siksaan yang pedih.
Firman Allah dalam QS. Luqman: 15.
وَ إِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُتِعْهُمَا وَ صَاحِبْهُمَا فِي اْلأَرْضِ مَعْرُوْفًا وَ اتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ.
Artinya:
Dan jika keduanya (orang tuamu/ nenek moyangmu) memaksamu untuk melakukan perbuatan yang menunjukkan kesyirikan kepada-Ku, maka jangan kamu ikuti keinginannya. Dan bergaullah dengan mereka di dunia dengan baik. Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku lah tempat kembali kalian. Dan akan Aku beritakan kepada kalian tentang apa-apa yang telah kalian kerjakan (di dunia).
Hadits shahīh riwayat Imam Al-Bukhari.
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ رَوَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الْمَخْرَمِيُّ وَعَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ أَبِي عَوْنٍ عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ (رواه البخاري: 2499)
Artinya:
Ya’qub telah menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Sa’d telah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Al-Qasim bin Muhammad, dari Aisyah ra., dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan tanpa dasar ilmu, maka amalan itu tertolak”. (HR. Al-Bukhari: 2499)
Firman Allah SWT di dalam ayat 22 Surat Luqman di atas, memberikan gambaran bahwa kebanyakan manusia lebih suka meniru-niru apa yang dilakukan oleh orang tua maupun nenek moyang mereka. Meskipun sudah diserukan bahwa perbuatan itu nyata-nyata merupakan bentuk kesyirikan kepada Allah SWT. Namun mereka tetap bersikeras dengan tradisi orang tua atau nenek moyang mereka.
Ditegaskan lagi di dalam ayat 15 Surat Luqman, bahwa akar kesyirikan berasal dari keluarga. Orang tua atau nenek moyang yang dipandang “linuwih”, sehingga apapun perkataannya dan perbuatannya selalu diikuti oleh anggota keluarganya beserta orang-orang yang menghormatinya (taqlīd buta). Bahkan anak keturunan mereka yang sudah mengenyam pendidikan lebih tinggi pun tidak mampu berbuat banyak dalam menghadapi kekolotan mereka.
Bahkan Rasulullah SAW telah menyatakan secara gamblang. Segala amal yang berhubungan dengan ibadah khusus ketika dikerjakan menyalahi aturan dan tuntunan yang telah dicontohkan oleh Pembuat Syariat, maka amalan tersebut tertolak. Tidak diterima oleh Allah SWT.
Ada banyak amalan dan tradisi nenek moyang yang faktanya bertentangan dengan wahyu ilahiah, akal sehat, dan hati nurani. Segala hal yang dipertontonkan di muka umum dijadikan tuntunan, segala hal yang dituntunkan ketika diamalkan malah menjadi tontonan dan buah bibir masyarakat. Sebagai contoh adalah kehidupan manusia dari lahir hingga kematiannya.
Sejak manusia lahir hingga mati, sarat akan tradisi dan upacara-upacara ritual. Mulai dari mitoni, tingkeban, sepasaran bayi, selapan bayi, tedhak siten, khitanan, pernikahan, sampai kematian dengan kenduri dan bacaan surat Yasin serta tahlilan yang diadakan pada hari ke-7, ke-30, ke-100, hingga ke-1000 kematian seseorang. Jelas, hal-hal yang seperti ini bertentangan dengan syariat.
Bahkan Islam pun telah memberikan rambu-rambu bagi keluarga tentang hukum-hukum keluarga. Bagaimana amalan-amalan sunnah masa kehamilan, amalan-amalan sunnah ketika seorang anak lahir ke dunia, persiapan menjelang pernikahan, dan ketika seorang manusia berpulang ke hadirat Allah SWT. Tetapi pada kenyataannya, kebanyakan manusia mengikuti tradisi yang dibudayakan oleh nenek moyang mereka dan mencampuradukkan antara tradisi nenek moyang yang menyimpang dengan tuntunan syariat. Bisa jadi hal ini terjadi karena ketidaktahuan, atau mungkin karena fanatik.
Allah SWT telah menunjukkan pendidikan yang baik dalam menghadapi kasus-kasus demikian. Yaitu dengan tidak mentaati apa-apa yang mereka inginkan dari tradisi-tradisi yang berbau syirik kepada Allah SWT. Kemudian diimbangi dengan pergaulan yang baik kepada mereka sebagai usaha yang santun dengan harapan agar Allah SWT membukakan pintu hidayah kepada mereka (QS. Luqman: 15).
Oleh karena itu, alangkah mulianya derajat orang yang berilmu. Bukan hanya tradisi nenek moyang yang menyimpang saja (Yasinan, tahlil, dll.) yang harus dihindari, namun juga budaya asing yang masuk, patut diseleksi untuk mempertahankan fondasi keimanan seseorang (mode pakaian, pergaulan bebas, makanan, pola hidup hedonis, valentine day, dll.).
Idealnya, sebagai seorang muslim, sudah barang tentu dimanapun ia berada harus selalu menegakkan syiar-syiar Allah SWT sesuai dengan kemampuannya. Selektif dalam menjalankan tradisi nenek moyang serta selektif dalam memilih budaya asing yang ada. Sehingga dirinya dan keluarganya tidak terombang-ambing dalam kebingungan yang menyebabkannya terperosok dalam jurang kehinaan.
Masih ada tradisi nenek moyang yang sejalan dengan semangat syiar Islam. Antara lain semangat gotong royong, silaturahmi, toleransi, dll. Tradisi yang seperti inilah yang utamanya dilanggengkan. Pun, terdapat budaya asing yang dapat diambil semangatnya seperti pengembangan iptek, semangat pengembangan budaya keilmuan, dll. Sehingga akan terwujud janji Allah SWT berupa kemuliaan derajat orang yang beriman kepada Allah SWT dan berilmu. Tentu saja ilmu yang tidak terhenti pada pengetahuan teoretis saja, namun juga mulai diwujudkan dalam perbuatan dan produk-produk ilmiah.
Lebih dari itu, bukan hanya tradisi nenek moyang dan budaya asing, namun setiap kali seorang muslim akan mengerjakan amal ibadah baik yang khusus maupun yang umum, alangkah utamanya ketika dia juga mengetahui ilmunya. Sehingga niat yang lurus akan terbentuk, jalannya amal dan ibadah menjadi khusyuk, dan ridha Allah SWT serta pahala-Nya akan menumpuk.
Alangkah indahnya ketika setiap muslim mengerjakan segala sesuatu berdasarkan ilmu. Sehingga ilmu yang didapat langsung diamalkan dan amalan tersebut berdasarkan ilmu yang kuat. Maka, sungguh indah slogan atau jargon milik Ortom IMM, yang berbunyi: “Ilmu Amaliah dan Amal Ilmiah”.
Sebagai penutup, tersaji firman Allah dalam QS. Luqman: 33.
يَآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمْ وَ اخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِيْ وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَ لاَ مَوْلُوْدٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَّالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَوةُ الدُّنْيَا وَ لاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُوْرُ.
Artinya:
Wahai manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian. Dan takutlah pada Hari (Kiamat) dimana seorang ayah tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat menolong ayahnya sedikitpun (akibat perbuatannya di dunia). Sesungguhnya janji Allah itu benar. Maka jangan sampai kehidupan dunia membuatmu terlena. Dan jangan sampai setan (penipu) membuatmu terlena dari ketaatan kepada Allah.
Wallāhu a’lam bish shawab.